Senin, 24 September 2012

land.pen


Landasan Filosofis Pendidikan
1.      Pengertian
Filosofis, berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan kebenaran tersebut, masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbedaa antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.
Pendidikan hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan normanorma yang dianut. pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, melainkan harusdilaksanakan secara bijaksana. Maksudnya, pendidikan harus dilaksanakan secara disadari dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta efisien dan efektif cara-cara pelaksanaannya.
Landasan Filosofis Pendidikan. adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan. Dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan antara lain kita akan memperoleh pemahaman tentang landasan-landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak praktek pendidikan. Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normative. Singkatnya Landasan Filosofis Pendidikan  adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Pancasila, dsb.


2.      Peranan Landasan filosofis pendidikan

Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut bertolak pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi pendidikan sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis pendidikan Pragmatisme, dsb. Contoh: Penganut Realisme antara lain berpendapat bahwa “pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui pengalaman dia”. Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung (misal: melalui observasi, praktikum, dsb.) atau pengalaman tidak langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan hasil penelitian, dsb).
3.      Karakteristik filsafat
Karakteristik filsafat antara lain, yaitu objek yang dipelajari filsafat, proses berfilsafat, tujuan berfilsafat, hasil berfilsafat, penyajian dan sifat kebenaranya.
Objek studi filsafat adalah segala sesuatu yang telah tergelar dengan sendirinya maupun segala sesuatu sebagai hasil kreasi manusia. Namun segala sesuatu itu hanya bersifat mendasar dari yang dipelajari atau dipertanyakan oleh para filsuf.
Proses studi atau proses berfilsafat, dimulai dengan ketakjuban, ketidak puasan, hasrat bertanya, dan keraguan seorang filsuf terhadap apa yang dialaminya. Para filsuf tidak berpikir pada asumsi yang telah ada, justru mereka menguji asumsi itu. Berfilsafat bersifat, kontemplatif, artinya berpikir menangkap hakikat dari sesuatu yang diperkirakan, Spekulatif yakni berpikir melampaui fakta yang ada untuk mengungkap apa yang ada dibalik yang nampak, Radikal, yaitu berpikir hingga akar dari sesuatu ang dipertanyakan hingga terungkap apa yang menjadi hakikat dari apa yang dipertanyakan itu, sinoptik, yaitu berpikir dengan pola bersifat merangkum keseluruhan apa yang sedang dipikirkan,pola berpikir ini merupakan kebalikan dari pola berpikir analitik. Namun dalam berpikir yaitu para filsuf melibatkan seluruh pengalaman insaninya, sehingga bersifat subjektif.
Tujuan para filsuf  berpikir mengenai apa yang dipertanyakan ilah untuk menemukankebenaran. Hasil berfilsafat, adalah sistem teori, konsep yang besifat normative atau preskriftif, artinya bahwa sistem gagasan berfilsafat menunjukan tentang apa yang dicita-citakan   dan individualistic-unik artinya, sistem gagasan yang dikemukakan ileh filsuf tertentu akan berbeda dengan sistem gagasan filsuf  lainnya. Karena itu kebenaran filsafat bersifat subjektif-paralelistik, maksudnya bahwa suatu sistem gagasan benar  bagi filsuf yang bersangkutan atau bagi para pengikutnya. Dengan kata  lain, bahwa masing-masing aliran filsafat memiliki kebenaran yang berlaku dalam relnya masing-masing. Hasil berfilsafat disajikan para filsuf  secara tematik sistematik dalam bentuk naratif atau profetik
4.      Sitematika/Cabang-cabang Filsafat
Filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam: Filsafat umum atau Filsafat Murni, dn Filsafat Khusus atau Filsafat terapan. Cabang filsafat umum, ialah:
a.       Metafisika, yang meliputi:metafisika umum atau ontology, dan metafisika khusus meliputi cabang; kosmologi, teologi, dan antropologi.
b.      Epistemologi.
c.       Logika.
d.      Aksiologi, yang meliputi: etika dan estetika

5.      Aliran filsafat pendidikan
aliran filsafat adalah Idealisme, Realisme, Pragmatisme.

Landasan Filosofis Pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme
1.      Idealisme
a        Konsep Filsafat Umum Idealisme
·      Metafisika: Para filsuf idealisme mengklaim bahwa realitas pada hakikatnya bersifat spiritual.
·      Manusia: adalah mahluk spiritual, mahluk berfikir, memiliki tujuan hidup dan hidup di dunia dengan suatu aturan moral yang jelas.
·      Epistemology: pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali atau berfikir melalui intuisi.
·      Aksiologi: manusia diperintah oleh nilai moral yang imperative yang besumber dari realitas yang absolute.
b        Implikasi terhadap Pendidikan
·      Tujuan pendidikan: pengembangan karakter, pengembangan bakat insane, dan kebijakan sosial
·      Kurikulum/isi pendidikan: pengembangan kemampuan berpikir melalui pengembangan pendidikan liberal, penyiapan keterampilan kerja suatu mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
·      Metode pendidikan: metode yang di utamakan adalah metode dialetik, namun tiap metode yang mendorong belajar dapat diterima, da cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis untuk belajar.
·      Peranan pendidik dan peserta didik: pendidik bertanggungjawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi peserta didik. Sedangkan peserta didik bebas mengembangkan keperibadian dan bakat-bakatnya.
2.      Realisme
a        Konsep Umum Filsafat Realisme
·      Metafisika: Para Filosof Realisme memandang dunia dalam pengertian materi yang hadir dengan sendirinya, dan tertata dalam hubungan-hubungan yang teratur diluar campur tangan manusia.
·      Manusia: Hakikat manusia terletak pada apa yang dikerjakannya. Manusia bisa bebas atau tidak bebas. Pikiran  atau jiwa merupakan suatu organisme yang sangat  rumit yang mampu berpikir.
·      Epistemologi: Pengetahuan diperoleh manusia melalui pengalaman diri dan penggunaan akal.
·      Aksiologi: Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam dan pada taraf  yang lebih randah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji.
b        Implikasi terhadap Pendidikan
·      Tujuan pendidikan: pendidikan bertujuan untuk penyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggungjawab sosial.
·      Kurikulum/isi pendidikan: Harus bersifat komprehensif yang berisi sains, matematika, ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu social, serta nilai-nilai.
·      Metode: Metode hendaknya bersifat logis dan psikologis.
·      Peranan pendidik dan peserta didik: Pendidik adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar (classroom is teacher-centered). Sedangkan peserta didik berperan untuk menguasai pengetahuan, taat pada aturan dan berdisplin.
3.      Pragmatisme
a        Konsep Filsafat Umum Pragmatisme
·      Metafisika: pragmatisme anti metafisika, suatu teori umum tentang kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial.
·      Manusia: Manusia adalah hasil evolusi biologis, pikologis, dan social.
·      Epistemologi: pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman dan berpikir (scientific method). Pengetahuan adalah relative.
·      Aksiologi: ukuran tingkah laku individual dan social di tentukan secara eksperimental dalam pengalaman hidup.

b        Implikasi terhadap Pendidikan
·      Tujuan pendidikan: pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekontruksi yang berlangsung terus menerus dari pengalaman yang terakumulasi dan sebuah proses social. Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna memecahkan masalah-masalah dalamkehidupan individual maupun social..
·      Kurikulum/isi pendidikan: Kurikulum mungkin berubah, warisan-warisan sosial dari masa lalu tidak menjadi fokus perhatian. Pendidiakn terfokus pada kehidupan yang baik pada saat ini dan masa datang bagi individu, dan secara besamaan masyarakat dikembangkan.
·      Metode: Menguatamakan metode pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan.
·      Peranan pendidik dan peserta didik: Pendidk yaitu memimpin dan membimbing pesrta didik belajar tanpa ikut campur terlalu atas minat dan kebutuhan siswa. Peserta didik berperan sebagai organisme yang rumit yang mampu tumbuh.

Filsafat Pendidikan Nasional Berdasarkan Pancasila
            Pancasila adalah dasar Negara RepublikIndonesia. Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila yang rumusannya tercantum dalam “Pembukaan”Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu : “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, PersatuanIndonesia,Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,Keadilan social bagi seluruh rakatIndonesia”. Karena Pancasila adalah dasar NegaraIndonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional. Berkenaan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”menyatakan bahwa: ‘ Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “.
Sehubungan dengan hal di atas, dan arena Pancasila adalah filsafat hidup bangsa Indonesia, maka pada hakikatnya bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam system pendidikan nasionalnya, yaitu filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila. Sebab itu, kita perlu mengkaji nilai-nilai Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan. Barang kali muncul pertanyaan di benak kita :” jika demikian halnya, untuk apa kita mempelajari landasan filosofis pendidikan dari berbagai aliran (seperti: Idealisme, Konstruktivisme, Pragmatisme, dsb.) sebagaimana telah dipelajari meleluli bab-bab terdahulu? Berbagai landasan filosofis pendidikan tersebut tetap perlu kita kaji dengan tujuan untuk memahaminya, untuk kita pilah dan kita pilih gagasan-gagasannya yang positif yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, untuk diambil hikmahnya dalam rangka mengembangkan dan memperkaya kebudayaan (pendidikan) kita. Hal ini memilki landasan yudiris yang kuat sebagaimana tertuang dalam Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta penjelasannya.




A. Konsep Filsafat Umum
1. Metafisika                       
Hakikat Realitas. BangsaIndonesia menyakini bahwa realitas atau alam semsta tiaklah ada denan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada, Ia adalah Sebab Pertama dari segala sebab, tetapi Ia tidak disebabakan oleh sebab-sebab yang lainnya, dan Ia juga adalah tujuan akhir segala yang ada.
Di alam semesta, bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, realitas yang bersifat fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena ala semesta sebagai isi, nilai, norma atau hukum di dalamnya. Alam tersebut adalah tempat dan sarana bagi manusia dalam rangka hidup dan kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai tujuan hidupnya. Di balik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana setelah mati manusiakandi mintai pertanggung jawaban dan menerima imbalan atas pelaksanaan tugas dari Tuhan YME. Dlam uraian di atas tersurat dan tersirat makna adanya realitas yang besifat abadi dab realitas yang bersifat fana.
Termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan perjuangan yang di dorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan.Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yaitu: a. Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur;b. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;c. memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan d. ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Dari pernyataan di atas dapat di pahami bahwa realitas juga hakikatnyatidak bersifat given (terberi) dan final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi “mewujudkannya”.
Hakikat Manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Manusia adalah kesatuan badan-rohani yang hidu dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran diri (self-awareness), mempunyai berbagai kebutuhan, dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki tuuan hidup. Manusia dibekali potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan untuk berbuat baik, namun di samping itu karena hawa nafsunya manusia pun memiliki kemungkinan untuk berbuat jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi untuk: mampu berfikir (cipta), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya ( karya). Adapun dalam eksistensinya, manusia berdimensi individulitas/personalitas, sosialitas,cultural,moralias,dan religius. Adapun semua itu menunjukkan adanya dimensi interaksi atau komunikasi (vertical maupun horizontal, historistis dan dinamika pada diri manusia.
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai makhluk Tuhan YME ( aspek religius); asas mono dualisme: manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi atau individual tetapi sekaligus insane social); asas mono-pluralisme: meyakini keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb, tetapi adalah satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia (Bhineka tunggal ika); asas nasionalme: dalam eksisitennya manusia terikat oleh ruang dan waktu, sebab itu ia mempunyai relasi dengan daerah, jaman, dan sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa: asas internasionalisme: manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam mencapai tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antara warga Negara, dan hubungan antara warga Negara dan Negara dan sebaliknya; asa keadilan social: dalam merealisasikan diri manusia harus senantasa menjungjung tinggi tujuan kepentingan bersama dalam menbagi hasil pembudayaannya (BP-7 Pusat, 1995).
2. Epistemologi
Ajaran Pancasila dengan teorinya selaras, serasi dan seimbang, mengakui kebenaran pengetahuan rasio dan pengetahuan pengalaman. Baik rasio maupun pengalaman dapat menjadi sumber pengetahuan. Pengetahuan datang dari intuisi dan juga bersumber pada kebenaran agama. Logika yang dikembangkan dalam epistomologi Pancasila adalah logika formal (deduksi), logika induksi, logika ilmiah dan logika intuisi.
Hakikat Pengetahuan. Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari  Sumber Pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik melalui Utusan-Nya (berupa wahyu) maupun meelalui berbagai hal yang digelarkanNya di alam semesta termasuk hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Manusia dapat memperoleh pegetahuan melalui keimanan/kepercayaan, berfikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi.
Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan keagamaan/revealed knowledge yang diimani), tetapi ada pula yang besifat relative (seperti dalam pengetahuan ilmiah sebagai hasil upaya manusia melalui riset, dsb).
Pengetahuan yang bersifat mutlak (ajaran agama/wahyu Tuhan) diyakini mutlak kebenarannya atas dasar keimanan kepada Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relative (filsafat,sains,dll) diuji kebenarannya melalui uji konsistensi logis ide-idenya, kesesuaiannya dengan data atau fakta empiris, dan nilai kegunaan praktisnya bagi kesejataraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai-nilai yang bersifat mutlak.
3. Aksiologi
Prinsip-prinsip ajaran nilai atau aksiologi Pancasila adalah sebagai berikut:
  • Prinsip nilai religius
Hakikat Nilai.Sumber Pertama segala nilai hakikatnya adalahTuhan YME. Karena manusia adalah makhluk Tuhan, juga adalah pribadi dan sekaligus insane social, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME, masyarakat dan individu. Prinsip nilai religius bersumber pada Sila I Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa). Agama menjadi sumber-sumber nilai-nilai kebaikan dan juga kebenaran. Fungsi Pancasila terhadap agama adalah:
1. Pancasila memberi fasilitas kepada hidup subur dan berkembangnya agama
2. Pancasila memberi situasi dan kondisi kerukunan dan kedamaian hidup di antara umat beragama.
  • Prinsip nilai alami
Prinsip nilai alamia artinya alam semesta sebagai ciptaan Tuhan yang berisi kebaikan-kebaikan alamiah yang berupa nilai-nilai hukum alam.
  • Prinsip nilai manusia
Prinsip nilai-nilai manusia yakni bahwa manusia adalah subjek penilai. Dalam mencapai nilai-nilai dalam hidupnya, maka manusia akan melaksanakan nilai -nilai: (1) nilai-nilai kemanusian; (2) nilai-nilai persatuan hidup bersama; (3) nilai-nilai kerakyatan atau demokrasi; (4) nilai-nilai keadilan.
  • Prinsip relativitas dan kemutlakan nilai
Nilai-nilai hidup budaya manusia ada yang bersifat relatif, terbatas oleh kurun waktu dan tempat.
B. Implikasi terhadap Pendidikan
1. Makna Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesrta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan soiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan Negara (Pasal 1 UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus ,mempunyai dasar dan tujuan yang jelas, sehingga dengan demikian baik isi pendidikan maupun cara-cara pembelajarannya dipilih, diturunkan dan dilaksanakan dengan mengacu kepada dasar dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Selain itu, pendidikan bukanlah proses pembentukan peserta didik agar menjadi orang tertentu sesuai kehendak sepihak dari pendidik. Karena peserta didik (manusia) hakikatnya adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk menjadi dirinya sendiri, maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya bantuan dan memfasilitasi peserta didik dalam rngka mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Upaya pendidikan adalah pemberdayaan peserta didik. Hal ini hendaknya tidak dipandang sebagai upaya dan tujuan yang bersifat individualistic semata, sebab sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan manusia itu multi dimensi dan merupakan kesatuan yang integral.
Selain hal di atas, dimensi hitorisitas, dinamika, perkembangan kebudayaan dan tugas hidup yang diemban manusia mengimplikasikan bahwa pendidikn harus diselenggarakan sepanjang hayat.Pendidikan hendaknya diselenggarakan sejak dini, pada setip tahapan perkembangan hingga akhir hayat. Seba itu pendidikan hendaknya diselenggarakan baik pada jalur pendidikan informal, formal,maupun nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
2. Tujuan Pendidikan
Pandangan Panasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggu jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul,sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja, bukan hanya untuk terampil bekerja saja, dsb, melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.
Dulu sebelum di gantinya UU pendidikan yang sekarang. Indonesia menggunakan Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 ayat (2) disebutkan: “pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945”.Pernyataan ini mengandung arti bahwa semua aspek yang terdapat dalam system pendidikan nasional akan mencerminkan aktivitas yang dijiwai oleh Pancasila dan UUD 1945 dan berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia.
Tujuan pendidikan nasional yang di maksud di sini adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh semua lembaga pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal yang berada dalam masyarakat dan NegaraIndonesia.
Telah dikatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntunan perkembangan kehidupan masyarakat  Negara yang bersangkutan. Berikut contoh rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan di dalam Ketetapan MPRS dan MPR serta UUSPN No. 2 Tahun 1989.
  • Di dalam Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 3 dicantumkan:”Tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati baerdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan dan Undang-Undang Dasar 1945”.
  • Tap MPR No. IV/MPR/1978 menyebutkan:”Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,mempertinggi budi pekerti,memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
  • Di dalam Tap MPR No. II/MPR/1988 dikatakan: “Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
  • Yang terakhir, di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan:”Pendidikan nasional betujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Tidak lama setelah MPR merumuskan tujuan pendidikan seperti tercantum dalam Tap MPR No. II/MPR/1988, pada tahun berikutnya, yaitu: Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak penmerintah Orde Baru (1966) hingga tahun 1989, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia hanya didasarkan atas tujuan yang tercantum di dalam Tap-Tap MPR secara eksplisit yang selalu mengalami perubahan meskipun bukan perubahan secara prinsipil.
Menyimak rumusan tujuan pendidikan di atas, dapat dipahami, bahwa bangsaIndonesiamemiliki tujuan akhir pendidikan yang jelas. Hal ini berbeda dengan Pragmatisme yang tidak memiliki tujuan akhir pendidikan sebagai implikasi dari konsepsiny mengenai hakikat realitas yang selalu berubah.
3. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan, melaksanakan kurikulum yang komprehensif, memadukan antara teori dan praktek. Wawasan kurikulum yang dikembangkan adalah: (1) Wawasan budaya bangsa berdasar pada kondisi sosio-budaya masyarakat dan negara Indonesia, (2) Wawasan ideologi dan pandangan hidup Pancasila, (3) Wawasan kemajuan Ilmu dan Teknologi, (4) Wawasan religius dan keimanan, (5) Wawasan Pembangunan Nasional, (6) Wawasan ketahanan bangsa, (7) Proses belajar dan mengajar, mengembangkan proses komunikasi diagonal (interaksi aktif). Mengembangkan Cara Belajar Siswa Aktif.
Kurikulum pendidikan disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesiadengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • Peningkatan iman dan takwa
  • Peningkatan akhlak mulia
  • Peningkatan potensi,kecerdasan, dan minat peserta didik
  • Keragaman potensi daerah dan lingkungan
  • Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
  • Tuntunan dunia kerja
  • Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
  • Agama
  • Dinamika perkembangan global dan
  • Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI Uo.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Bagaimana kurikulum pendidikan dioganisasikan?Sebagaimana telah kita pelajari pada bab-bab terdahlu, kurikulum pendidikan Idealisme dan Realisme diorganisasikan dengan berpusat kepada materi ajar (subject centered).Sebaliknya, kurikulum pendidikan Pragmatisme dan Eksistensialisme diorganisasikan dengan berpusat kepada peserta didik/siswa (pupil/child centered) dan berpusat kepada aktivitas sisiwa (activity centered). Lain halnya dengan organisasi kurikulim di atas, filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila menyarankan organisasi kurikulum yang bersifat moderat dan fleksibel. Organisasi kurikulum perlu disesuaikan dengan jenis pendidikan dan yjuan pendidikan yang akan diselenggarakan oleh suatu lembaga pendidikan tertentu. Kurikulum memang perlu diorganisasikan dengan memperhatikan minat, bakat, kebutuhan, masalah, dan tujuan-tujuan siswa/peserta didik (pupil/child centered), tetapi di pihak lain perlu pula memperhatikan struktur materi ajar sebagi isinya. Kurikulum pendidikan memang perlu diorganisasikn dengan berpusat kepada siswa/peserta didk, di pihak lain kurikulum juga perlu memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat/bangsa dan tidak boleh terpisahkan dari keadaan riil masyarakatnya (berbasis masyaakat).Selain itu, kurikulum tersebut diharapkan diorganisasi bukan hanya untuk mengkonservasi nilai-nilai lama yang dipandang perlu dipertahankan. Namun demikian, mengenai nilai-nilai tertentu yang dipandang tidak/kurang baik, pembaharuan pun adalah mungkin dilakukan.Dalam hal terakhir Pancasila tidak ekstrim sebagaimana Perenilisme, Essensialisme maupun Progresivisme.
4. Metode Pendidikan
Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan alternative untuk diaplikasikan. Sebab, tidak ada metode mengajar pun yang terbaik disbanding metode lainnya dalam segala konteks praktek pendidikan.Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat manusia atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, fasilitas alat Bantu pendidikan yang tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan memperhatikan prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sebagainya bersifat multi metode.
5. Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Ada berbagai peranan dan peserta didik yang harus dilaksanakannya, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam semboyan:”ing ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta didiknya;’ing madya mangun karso”, artinya   pendidik harus mampu membangun karsa pda diri peserta didiknya; dan “tut wuri handayani”artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.
Hakekat anak didik adalah bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri selaras dengan wawasan pendidikan sepanjang hayat
Hakekat guru sebagai pendidik adalah agen perubahan, berfungsi sebagai pemimpin dan pendukung serta pengembang nilai-nilai hidup di masyarakat, sebagai fasilitator dan bertanggung jawab atas tujuan belajar.
6. Orientasi Pendidikan
Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan fungsi kreasi. Fungsi konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat nilai-nilai,penetahuan,norma,kebiasaan, dsb. Yang dijingjung tinggi dan dipandang berharga untuk tetap dipertahankan. Contoh:pengetahuan dan nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus dipertahannkan, demikian jugapengetahuan dan nilai-nilai budaya yang masih dipandang benar dan baik juga perlu dikonsrvasi. Adapun fungsi kreasi dilandasi asumsi bahwa realitas tidaklah bersifat terberi (given) dan telah selesai sebagaimana diajarkan oleh sains modern.Tetapi realitas “mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi dalam mewujukan realitas. Sebab itu, peran manusia baik sebagai individu maupun kelompok adalah merajur realitas yang diinginkannya yang dapat diterima oleh lingkunganya. Dalam hal ini hakikat pendidikan seyogyanya diletakkan pada upay-upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi para pelajar agar mereka tidak saja mampu memeahami perubahan tetapi mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut realitas ( A. Mappadjantji Amien,2005).Perubahan merupakan suatu keharusan atau kenyataan yang tidak dapat kita tolak, sehingga para peserta didik harus dididik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka ,menjadi dikuasai oleh perubahan.

7 . Fungsi pendidikan nasional Indonesia
Fungsi pendidikan nasionalIndonesiaadalah untuk mengembangkan warga negaraIndonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, mengembangkan bangsaIndonesiadan mengembangkan kebudayaan Indonesia
8. Unsur-unsur pokok pendidikan nasional
Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.

9. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional
Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan merata.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar