Landasan
Filosofis Pendidikan
1.
Pengertian
Filosofis,
berasal
dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang
artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu,
kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang
mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau
kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan kebenaran tersebut, masing-masing
filosof memiliki karakteristik yang berbedaa antara yang satu dengan lainnya. Demikian
pula kajian yang dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara
pandang terhadap hakikat segala sesuatu.
Pendidikan
hakikat
pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya
manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan
normanorma yang dianut. pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang,
melainkan harusdilaksanakan secara bijaksana. Maksudnya, pendidikan harus
dilaksanakan secara disadari dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh,
sehingga jelas tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta efisien dan efektif
cara-cara pelaksanaannya.
Landasan
Filosofis Pendidikan. adalah asumsi filosofis yang
dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan. Dalam
pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.
Melalui studi pendidikan antara lain kita akan memperoleh pemahaman tentang
landasan-landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak praktek
pendidikan. Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi
pendidikan tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan
yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif,
dan normative. Singkatnya Landasan
Filosofis Pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik
tolak dalam pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain Idealisme,
Realisme, Pragmatisme, Pancasila, dsb.
2.
Peranan Landasan filosofis
pendidikan
Peranan landasan
filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan
bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut bertolak
pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi pendidikan sebagaimana studi
dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu
melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, dikenal adanya
landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis pendidikan
Pragmatisme, dsb. Contoh: Penganut Realisme antara lain berpendapat bahwa
“pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui pengalaman dia”.
Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan metode mengajar yang memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
langsung (misal: melalui observasi, praktikum, dsb.) atau pengalaman tidak
langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan hasil penelitian, dsb).
3.
Karakteristik filsafat
Karakteristik filsafat antara lain,
yaitu objek yang dipelajari filsafat, proses berfilsafat, tujuan berfilsafat,
hasil berfilsafat, penyajian dan sifat kebenaranya.
Objek studi filsafat adalah segala
sesuatu yang telah tergelar dengan sendirinya maupun segala sesuatu sebagai
hasil kreasi manusia. Namun segala sesuatu itu hanya bersifat mendasar dari
yang dipelajari atau dipertanyakan oleh para filsuf.
Proses studi atau proses berfilsafat,
dimulai dengan ketakjuban, ketidak puasan, hasrat bertanya, dan keraguan
seorang filsuf terhadap apa yang dialaminya. Para filsuf tidak berpikir pada
asumsi yang telah ada, justru mereka menguji asumsi itu. Berfilsafat bersifat,
kontemplatif, artinya berpikir menangkap hakikat dari sesuatu yang
diperkirakan, Spekulatif yakni berpikir melampaui fakta yang ada untuk
mengungkap apa yang ada dibalik yang nampak, Radikal, yaitu berpikir hingga
akar dari sesuatu ang dipertanyakan hingga terungkap apa yang menjadi hakikat
dari apa yang dipertanyakan itu, sinoptik, yaitu berpikir dengan pola bersifat
merangkum keseluruhan apa yang sedang dipikirkan,pola berpikir ini merupakan
kebalikan dari pola berpikir analitik. Namun dalam berpikir yaitu para filsuf
melibatkan seluruh pengalaman insaninya, sehingga bersifat subjektif.
Tujuan
para filsuf berpikir mengenai apa yang
dipertanyakan ilah untuk menemukankebenaran. Hasil berfilsafat, adalah sistem
teori, konsep yang besifat normative atau preskriftif, artinya bahwa sistem
gagasan berfilsafat menunjukan tentang apa yang dicita-citakan dan individualistic-unik artinya, sistem
gagasan yang dikemukakan ileh filsuf tertentu akan berbeda dengan sistem
gagasan filsuf lainnya. Karena itu
kebenaran filsafat bersifat subjektif-paralelistik, maksudnya bahwa suatu
sistem gagasan benar bagi filsuf yang
bersangkutan atau bagi para pengikutnya. Dengan kata lain, bahwa masing-masing aliran filsafat memiliki
kebenaran yang berlaku dalam relnya masing-masing. Hasil berfilsafat disajikan
para filsuf secara tematik sistematik dalam bentuk naratif
atau profetik
4.
Sitematika/Cabang-cabang
Filsafat
Filsafat
dapat diklasifikasikan ke dalam: Filsafat umum atau Filsafat Murni, dn Filsafat
Khusus atau Filsafat terapan. Cabang filsafat umum, ialah:
a. Metafisika,
yang meliputi:metafisika umum atau ontology, dan metafisika khusus meliputi
cabang; kosmologi, teologi, dan antropologi.
b. Epistemologi.
c. Logika.
d.
Aksiologi, yang meliputi: etika dan
estetika
5.
Aliran filsafat pendidikan
aliran filsafat adalah
Idealisme, Realisme, Pragmatisme.
Landasan
Filosofis Pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme
1.
Idealisme
a
Konsep
Filsafat Umum Idealisme
· Metafisika:
Para filsuf idealisme mengklaim bahwa realitas pada hakikatnya bersifat
spiritual.
· Manusia:
adalah mahluk spiritual, mahluk berfikir, memiliki tujuan hidup dan hidup di
dunia dengan suatu aturan moral yang jelas.
· Epistemology:
pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali atau berfikir melalui
intuisi.
· Aksiologi:
manusia diperintah oleh nilai moral yang imperative yang besumber dari realitas
yang absolute.
b
Implikasi
terhadap Pendidikan
· Tujuan
pendidikan: pengembangan karakter, pengembangan bakat insane, dan kebijakan sosial
· Kurikulum/isi
pendidikan: pengembangan kemampuan berpikir melalui pengembangan pendidikan
liberal, penyiapan keterampilan kerja suatu mata pencaharian melalui pendidikan
praktis.
· Metode
pendidikan: metode yang di utamakan adalah metode dialetik, namun tiap metode
yang mendorong belajar dapat diterima, da cenderung mengabaikan dasar-dasar
fisiologis untuk belajar.
· Peranan
pendidik dan peserta didik: pendidik bertanggungjawab menciptakan lingkungan
pendidikan bagi peserta didik. Sedangkan peserta didik bebas mengembangkan
keperibadian dan bakat-bakatnya.
2.
Realisme
a
Konsep
Umum Filsafat Realisme
· Metafisika:
Para Filosof Realisme memandang dunia dalam pengertian materi yang hadir dengan
sendirinya, dan tertata dalam hubungan-hubungan yang teratur diluar campur
tangan manusia.
· Manusia:
Hakikat manusia terletak pada apa yang dikerjakannya. Manusia bisa bebas atau
tidak bebas. Pikiran atau jiwa merupakan
suatu organisme yang sangat rumit yang
mampu berpikir.
· Epistemologi:
Pengetahuan diperoleh manusia melalui pengalaman diri dan penggunaan akal.
· Aksiologi:
Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang lebih randah diatur oleh kebijaksanaan
yang telah teruji.
b
Implikasi
terhadap Pendidikan
· Tujuan
pendidikan: pendidikan bertujuan untuk penyesuaian diri dalam hidup dan mampu
melaksanakan tanggungjawab sosial.
· Kurikulum/isi
pendidikan: Harus bersifat komprehensif yang berisi sains, matematika,
ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu social, serta nilai-nilai.
· Metode:
Metode hendaknya bersifat logis dan psikologis.
· Peranan
pendidik dan peserta didik: Pendidik
adalah pengelola kegiatan
belajar-mengajar (classroom is teacher-centered). Sedangkan peserta didik
berperan untuk menguasai pengetahuan, taat pada aturan dan berdisplin.
3.
Pragmatisme
a
Konsep
Filsafat Umum Pragmatisme
· Metafisika:
pragmatisme anti metafisika, suatu teori umum tentang kenyataan tidaklah
mungkin dan tidak perlu. Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan
sosial.
· Manusia:
Manusia adalah hasil evolusi biologis, pikologis, dan social.
· Epistemologi:
pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman dan berpikir (scientific
method). Pengetahuan adalah relative.
· Aksiologi:
ukuran tingkah laku individual dan social di tentukan secara eksperimental
dalam pengalaman hidup.
b
Implikasi
terhadap Pendidikan
· Tujuan
pendidikan: pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekontruksi
yang berlangsung terus menerus dari pengalaman yang terakumulasi dan sebuah
proses social. Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna
memecahkan masalah-masalah dalamkehidupan individual maupun social..
· Kurikulum/isi
pendidikan: Kurikulum mungkin berubah, warisan-warisan sosial dari masa lalu
tidak menjadi fokus perhatian. Pendidiakn terfokus pada kehidupan yang baik
pada saat ini dan masa datang bagi individu, dan secara besamaan masyarakat
dikembangkan.
· Metode:
Menguatamakan metode pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan.
· Peranan
pendidik dan peserta didik: Pendidk yaitu memimpin dan membimbing pesrta didik
belajar tanpa ikut campur terlalu atas minat dan kebutuhan siswa. Peserta didik
berperan sebagai organisme yang rumit yang mampu tumbuh.
Filsafat
Pendidikan Nasional Berdasarkan Pancasila
Pancasila adalah dasar Negara
RepublikIndonesia. Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila yang rumusannya
tercantum dalam “Pembukaan”Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yaitu : “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
PersatuanIndonesia,Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan,Keadilan social bagi seluruh rakatIndonesia”. Karena
Pancasila adalah dasar NegaraIndonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah
dasar pendidikan nasional. Berkenaan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No.20
Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”menyatakan bahwa: ‘ Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “.
Sehubungan
dengan hal di atas, dan arena Pancasila adalah filsafat hidup bangsa Indonesia,
maka pada hakikatnya bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan
tersendiri dalam system pendidikan nasionalnya, yaitu filsafat pendidikan yang
berdasarkan Pancasila. Sebab itu, kita perlu mengkaji nilai-nilai Pancasila
untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi
pendidikan. Barang kali muncul pertanyaan di benak kita :” jika demikian halnya,
untuk apa kita mempelajari landasan filosofis pendidikan dari berbagai aliran
(seperti: Idealisme, Konstruktivisme, Pragmatisme, dsb.) sebagaimana telah
dipelajari meleluli bab-bab terdahulu? Berbagai landasan filosofis pendidikan
tersebut tetap perlu kita kaji dengan tujuan untuk memahaminya, untuk kita
pilah dan kita pilih gagasan-gagasannya yang positif yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila, untuk diambil hikmahnya dalam rangka
mengembangkan dan memperkaya kebudayaan (pendidikan) kita. Hal ini memilki
landasan yudiris yang kuat sebagaimana tertuang dalam Pasal 32 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta penjelasannya.
A. Konsep Filsafat Umum
1.
Metafisika
Hakikat Realitas. BangsaIndonesia menyakini bahwa realitas atau alam semsta
tiaklah ada denan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang
Maha Esa. Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada, Ia adalah Sebab
Pertama dari segala sebab, tetapi Ia tidak disebabakan oleh sebab-sebab yang lainnya,
dan Ia juga adalah tujuan akhir segala yang ada.
Di
alam semesta, bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang
ada, realitas yang bersifat fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas
fenomena ala semesta sebagai isi, nilai, norma atau hukum di dalamnya. Alam
tersebut adalah tempat dan sarana bagi manusia dalam rangka hidup dan
kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai tujuan
hidupnya. Di balik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana setelah mati manusiakandi
mintai pertanggung jawaban dan menerima imbalan atas pelaksanaan tugas dari
Tuhan YME. Dlam uraian di atas tersurat dan tersirat makna adanya realitas yang
besifat abadi dab realitas yang bersifat fana.
Termaktub
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa
hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan
perjuangan yang di dorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi
kemerdekaan.Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yaitu: a. Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur;b. melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;c. memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan d. ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Dari pernyataan di atas dapat di pahami bahwa realitas juga hakikatnyatidak
bersifat given (terberi) dan final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana
kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi “mewujudkannya”.
Hakikat Manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Manusia adalah kesatuan
badan-rohani yang hidu dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran
(consciousness) dan penyadaran diri (self-awareness), mempunyai berbagai
kebutuhan, dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki tuuan hidup. Manusia
dibekali potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan untuk
berbuat baik, namun di samping itu karena hawa nafsunya manusia pun memiliki
kemungkinan untuk berbuat jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi untuk:
mampu berfikir (cipta), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya (
karya). Adapun dalam eksistensinya, manusia berdimensi
individulitas/personalitas, sosialitas,cultural,moralias,dan religius. Adapun
semua itu menunjukkan adanya dimensi interaksi atau komunikasi (vertical maupun
horizontal, historistis dan dinamika pada diri manusia.
Pancasila
mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi
bersifat integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu
hakikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang
Maha Esa: manusia diyakini sebagai makhluk Tuhan YME ( aspek religius); asas
mono dualisme: manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi
atau individual tetapi sekaligus insane social); asas mono-pluralisme: meyakini
keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb, tetapi adalah satu kesatuan
sebagai bangsa Indonesia (Bhineka tunggal ika); asas nasionalme: dalam
eksisitennya manusia terikat oleh ruang dan waktu, sebab itu ia mempunyai
relasi dengan daerah, jaman, dan sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya
mencintai tanah air, nusa, dan bangsa: asas internasionalisme: manusia
Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok,
atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam mencapai tujuan kesejahteraan bersama,
kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antara warga Negara, dan
hubungan antara warga Negara dan Negara dan sebaliknya; asa keadilan social:
dalam merealisasikan diri manusia harus senantasa menjungjung tinggi tujuan
kepentingan bersama dalam menbagi hasil pembudayaannya (BP-7 Pusat, 1995).
2. Epistemologi
Ajaran
Pancasila dengan teorinya selaras, serasi dan seimbang, mengakui kebenaran
pengetahuan rasio dan pengetahuan pengalaman. Baik rasio maupun pengalaman
dapat menjadi sumber pengetahuan. Pengetahuan datang dari intuisi dan juga
bersumber pada kebenaran agama. Logika yang dikembangkan dalam epistomologi
Pancasila adalah logika formal (deduksi), logika induksi, logika ilmiah dan
logika intuisi.
Hakikat Pengetahuan. Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari Sumber
Pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik melalui
Utusan-Nya (berupa wahyu) maupun meelalui berbagai hal yang digelarkanNya di
alam semesta termasuk hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Manusia dapat
memperoleh pegetahuan melalui keimanan/kepercayaan, berfikir, pengalaman
empiris, penghayatan, dan intuisi.
Kebenaran
pengetahuan ada yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan
keagamaan/revealed knowledge yang diimani), tetapi ada pula yang besifat
relative (seperti dalam pengetahuan ilmiah sebagai hasil upaya manusia melalui
riset, dsb).
Pengetahuan
yang bersifat mutlak (ajaran agama/wahyu Tuhan) diyakini mutlak kebenarannya
atas dasar keimanan kepada Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relative
(filsafat,sains,dll) diuji kebenarannya melalui uji konsistensi logis
ide-idenya, kesesuaiannya dengan data atau fakta empiris, dan nilai kegunaan
praktisnya bagi kesejataraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan
nilai-nilai yang bersifat mutlak.
3. Aksiologi
Prinsip-prinsip
ajaran nilai atau aksiologi Pancasila adalah sebagai berikut:
- Prinsip nilai religius
Hakikat Nilai.Sumber Pertama segala nilai hakikatnya adalahTuhan YME.
Karena manusia adalah makhluk Tuhan, juga adalah pribadi dan sekaligus insane
social, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME, masyarakat dan individu.
Prinsip nilai religius bersumber pada Sila I Pancasila (Ketuhanan Yang Maha
Esa). Agama menjadi sumber-sumber nilai-nilai kebaikan dan juga kebenaran.
Fungsi Pancasila terhadap agama adalah:
1.
Pancasila memberi fasilitas kepada hidup subur dan berkembangnya agama
2.
Pancasila memberi situasi dan kondisi kerukunan dan kedamaian hidup di antara
umat beragama.
- Prinsip nilai alami
Prinsip
nilai alamia artinya alam semesta sebagai ciptaan Tuhan yang berisi
kebaikan-kebaikan alamiah yang berupa nilai-nilai hukum alam.
- Prinsip nilai manusia
Prinsip
nilai-nilai manusia yakni bahwa manusia adalah subjek penilai. Dalam mencapai
nilai-nilai dalam hidupnya, maka manusia akan melaksanakan nilai -nilai: (1)
nilai-nilai kemanusian; (2) nilai-nilai persatuan hidup bersama; (3)
nilai-nilai kerakyatan atau demokrasi; (4) nilai-nilai keadilan.
- Prinsip relativitas dan kemutlakan nilai
Nilai-nilai
hidup budaya manusia ada yang bersifat relatif, terbatas oleh kurun waktu dan
tempat.
B. Implikasi terhadap Pendidikan
1. Makna Pendidikan
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesrta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan soiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya,masyarakat,bangsa dan Negara (Pasal 1 UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
Sebagai
usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus ,mempunyai dasar dan
tujuan yang jelas, sehingga dengan demikian baik isi pendidikan maupun
cara-cara pembelajarannya dipilih, diturunkan dan dilaksanakan dengan mengacu
kepada dasar dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Selain itu,
pendidikan bukanlah proses pembentukan peserta didik agar menjadi orang
tertentu sesuai kehendak sepihak dari pendidik. Karena peserta didik (manusia)
hakikatnya adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk
menjadi dirinya sendiri, maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya
bantuan dan memfasilitasi peserta didik dalam rngka mengembangkan berbagai
potensi yang dimilikinya. Upaya pendidikan adalah pemberdayaan peserta didik.
Hal ini hendaknya tidak dipandang sebagai upaya dan tujuan yang bersifat
individualistic semata, sebab sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan
manusia itu multi dimensi dan merupakan kesatuan yang integral.
Selain
hal di atas, dimensi hitorisitas, dinamika, perkembangan kebudayaan dan tugas
hidup yang diemban manusia mengimplikasikan bahwa pendidikn harus
diselenggarakan sepanjang hayat.Pendidikan hendaknya diselenggarakan sejak
dini, pada setip tahapan perkembangan hingga akhir hayat. Seba itu pendidikan
hendaknya diselenggarakan baik pada jalur pendidikan informal, formal,maupun
nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
2. Tujuan Pendidikan
Pandangan
Panasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan hakikat nilai
mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif,mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggu jawab. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem
Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari
betul,sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk
mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
berilmu saja, bukan hanya untuk terampil bekerja saja, dsb, melainkan demi
berkembangnya seluruh potensi peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi
kehidupannya secara integral.
Dulu
sebelum di gantinya UU pendidikan yang sekarang. Indonesia menggunakan
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1
ayat (2) disebutkan: “pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945”.Pernyataan ini mengandung arti bahwa semua aspek yang terdapat dalam
system pendidikan nasional akan mencerminkan aktivitas yang dijiwai oleh
Pancasila dan UUD 1945 dan berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia.
Tujuan
pendidikan nasional yang di maksud di sini adalah tujuan akhir yang akan
dicapai oleh semua lembaga pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal
yang berada dalam masyarakat dan NegaraIndonesia.
Telah
dikatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan sesuai
dengan tuntunan perkembangan kehidupan masyarakat Negara yang
bersangkutan. Berikut contoh rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan di
dalam Ketetapan MPRS dan MPR serta UUSPN No. 2 Tahun 1989.
- Di dalam Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 3 dicantumkan:”Tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati baerdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan dan Undang-Undang Dasar 1945”.
- Tap MPR No. IV/MPR/1978 menyebutkan:”Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,mempertinggi budi pekerti,memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
- Di dalam Tap MPR No. II/MPR/1988 dikatakan: “Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
- Yang terakhir, di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan:”Pendidikan nasional betujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Tidak
lama setelah MPR merumuskan tujuan pendidikan seperti tercantum dalam Tap MPR
No. II/MPR/1988, pada tahun berikutnya, yaitu: Undang-Undang No.2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
sejak penmerintah Orde Baru (1966) hingga tahun 1989, penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia hanya didasarkan atas tujuan yang tercantum di dalam
Tap-Tap MPR secara eksplisit yang selalu mengalami perubahan meskipun bukan
perubahan secara prinsipil.
Menyimak
rumusan tujuan pendidikan di atas, dapat dipahami, bahwa bangsaIndonesiamemiliki
tujuan akhir pendidikan yang jelas. Hal ini berbeda dengan Pragmatisme yang
tidak memiliki tujuan akhir pendidikan sebagai implikasi dari konsepsiny
mengenai hakikat realitas yang selalu berubah.
3. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum
pendidikan, melaksanakan kurikulum yang komprehensif, memadukan antara teori
dan praktek. Wawasan kurikulum yang dikembangkan adalah: (1) Wawasan budaya
bangsa berdasar pada kondisi sosio-budaya masyarakat dan negara Indonesia, (2)
Wawasan ideologi dan pandangan hidup Pancasila, (3) Wawasan kemajuan Ilmu dan
Teknologi, (4) Wawasan religius dan keimanan, (5) Wawasan Pembangunan Nasional,
(6) Wawasan ketahanan bangsa, (7) Proses belajar dan mengajar, mengembangkan
proses komunikasi diagonal (interaksi aktif). Mengembangkan Cara Belajar Siswa
Aktif.
Kurikulum
pendidikan disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesiadengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Peningkatan iman dan takwa
- Peningkatan akhlak mulia
- Peningkatan potensi,kecerdasan, dan minat peserta didik
- Keragaman potensi daerah dan lingkungan
- Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
- Tuntunan dunia kerja
- Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
- Agama
- Dinamika perkembangan global dan
- Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Ketentuan
mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI Uo.20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional).
Bagaimana
kurikulum pendidikan dioganisasikan?Sebagaimana telah kita pelajari pada
bab-bab terdahlu, kurikulum pendidikan Idealisme dan Realisme diorganisasikan
dengan berpusat kepada materi ajar (subject centered).Sebaliknya, kurikulum
pendidikan Pragmatisme dan Eksistensialisme diorganisasikan dengan berpusat
kepada peserta didik/siswa (pupil/child centered) dan berpusat kepada aktivitas
sisiwa (activity centered). Lain halnya dengan organisasi kurikulim di atas,
filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila menyarankan organisasi kurikulum
yang bersifat moderat dan fleksibel. Organisasi kurikulum perlu disesuaikan
dengan jenis pendidikan dan yjuan pendidikan yang akan diselenggarakan oleh
suatu lembaga pendidikan tertentu. Kurikulum memang perlu diorganisasikan
dengan memperhatikan minat, bakat, kebutuhan, masalah, dan tujuan-tujuan
siswa/peserta didik (pupil/child centered), tetapi di pihak lain perlu pula
memperhatikan struktur materi ajar sebagi isinya. Kurikulum pendidikan memang
perlu diorganisasikn dengan berpusat kepada siswa/peserta didk, di pihak lain
kurikulum juga perlu memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat/bangsa
dan tidak boleh terpisahkan dari keadaan riil masyarakatnya (berbasis
masyaakat).Selain itu, kurikulum tersebut diharapkan diorganisasi bukan hanya
untuk mengkonservasi nilai-nilai lama yang dipandang perlu dipertahankan. Namun
demikian, mengenai nilai-nilai tertentu yang dipandang tidak/kurang baik,
pembaharuan pun adalah mungkin dilakukan.Dalam hal terakhir Pancasila tidak
ekstrim sebagaimana Perenilisme, Essensialisme maupun Progresivisme.
4. Metode Pendidikan
Berbagai
metode pendidikan yang ada merupakan alternative untuk diaplikasikan. Sebab,
tidak ada metode mengajar pun yang terbaik disbanding metode lainnya dalam
segala konteks praktek pendidikan.Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan
hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak
dicapai, hakikat manusia atau peserta didik, karakteristik isi/materi
pendidikan, fasilitas alat Bantu pendidikan yang tersedia. Penggunaan metode
pendidikan diharapkan memperhatikan prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan
sebagainya bersifat multi metode.
5. Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Ada
berbagai peranan dan peserta didik yang harus dilaksanakannya, namun pada
dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam semboyan:”ing
ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau menjadi teladan
bagi peserta didiknya;’ing madya mangun karso”, artinya
pendidik harus mampu membangun karsa pda diri peserta didiknya; dan
“tut wuri handayani”artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik
harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk belajar
mandiri.
Hakekat
anak didik adalah bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri selaras dengan
wawasan pendidikan sepanjang hayat
Hakekat
guru sebagai pendidik adalah agen perubahan, berfungsi sebagai pemimpin dan
pendukung serta pengembang nilai-nilai hidup di masyarakat, sebagai fasilitator
dan bertanggung jawab atas tujuan belajar.
6. Orientasi Pendidikan
Pendidikan
memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan fungsi kreasi. Fungsi
konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat
nilai-nilai,penetahuan,norma,kebiasaan, dsb. Yang dijingjung tinggi dan
dipandang berharga untuk tetap dipertahankan. Contoh:pengetahuan dan
nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus dipertahannkan, demikian
jugapengetahuan dan nilai-nilai budaya yang masih dipandang benar dan baik juga
perlu dikonsrvasi. Adapun fungsi kreasi dilandasi asumsi bahwa realitas
tidaklah bersifat terberi (given) dan telah selesai sebagaimana
diajarkan oleh sains modern.Tetapi realitas “mewujud” sebagaimana kita manusia
dan semua anggota alam semesta berpartisipasi dalam mewujukan realitas. Sebab
itu, peran manusia baik sebagai individu maupun kelompok adalah merajur realitas
yang diinginkannya yang dapat diterima oleh lingkunganya. Dalam hal ini hakikat
pendidikan seyogyanya diletakkan pada upay-upaya untuk menggali dan
mengembangkan potensi para pelajar agar mereka tidak saja mampu memeahami
perubahan tetapi mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut realitas (
A. Mappadjantji Amien,2005).Perubahan merupakan suatu keharusan atau kenyataan
yang tidak dapat kita tolak, sehingga para peserta didik harus dididik untuk
menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka ,menjadi dikuasai oleh perubahan.
7 . Fungsi pendidikan nasional Indonesia
Fungsi
pendidikan nasionalIndonesiaadalah untuk mengembangkan warga negaraIndonesia,
baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, mengembangkan
bangsaIndonesiadan mengembangkan kebudayaan Indonesia
8. Unsur-unsur pokok pendidikan nasional
Unsur-unsur
pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila, pendidikan agama,
pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan kesegaran
jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan
keterampilan, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.
9. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional
Asas-asas
pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas semesta, asas pendidikan
seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas pendidikan, asas keselarasan
dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka
Tunggal Ika, Asas keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil
dan merata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar