“Adakah
disana kau rindu padaku?? Meski kita kini ada di dunia berbeda, bila masih
mungkin waktu ku putar, kan ku tunggu dirimu..” Alunan lagu kerispatih
“Mengenangmu” selalu teralun-alun dalam ingatan Marsya.
Tepat 1 tahun kepergian Neo semua itu teringat
kembali dalam benak Marsya, Bagaimana tidak kenangan-kenangan semasa bersama
Neo selama 4 tahun selalu menggambarkan kenangan indah dan pahitnya saat
bersamanya.
1 tahun yang
lalu….
Sejak Marsya
kembali menjadi pacar Neo setelah putus hampir 2 bulan, dan masuk lah dalam
ronde kuliahan untuk Neo, sedang Marsya
masih duduk di bangku SMA. Hubungan Marsya dan Neo tak berjaalan mulus seperti
tahun-tahun sebelumnya, dan ini merupakan hal yang berat bagi Marsya.
“Kamu dimana
yang?” Suara Marsya terdengar lesu. “Aku masih di Kampus,kenapa?” Jawab Neo
dengan nada santai. “Aku sakit, bisa jemput aku sekarang?” Suara Marsya semakin
memudar. “Sakit apa? Kamu kan bawa motor, ngapain minta jemput?”Suara Neo
meninggi. “Aku kan sakit jadi ga sanggup bawa motor sendiri”Tiba-tiba dari
kejauhan suara lembut terdengar oleh Neo. “Marsya..biar Iwan saja yang membawa motor kamu, kamu
diantar Iwan dan Resya aja”. Tanpa berkomentar banyak Neo langsung menjawab “
Iya bener tuh kata guru kamu, kamu
pulang sama temen kamu ajah, udah yah aku masih ada jam!” Suara telpon langsung
terputus tanpa sempat ditanggapi oleh Marsya.
Dengan
rasa kecewa, akhirnya Marsya pulang diantar oleh kedua temannya tanpa kelembutan dari sang
kekasihnya. Justru Neo ‘tak pernah memiliki waktu untuk Marsya.
Neo
sering absen untk menghubungi Marsya, Neo sering pergi tanpa bilang Marsya,
Pulang malem ga jelas,dan sering lost contact oleh Marsya.
Kelakuan
Neo membuat Marsya geram dan memilih
untuk mencari tahu, apa yang sedang terjadi oleh kekasihnya itu. Dan saat itu Marsya sedang iseng untuk
membuka e-mailnya dan tanpa sengaja dia melihat sebuah akun facebook milik kekasihnya,yang
tidak diketahui sebelumnya olehnya.
Dilihatnya
setiap aktivitas kekasihnya dibalik matanya, dan… terlihat sebuah foto Neo
bersama dua wanita disebelah kananya. Dan diketahui wanita disebelahnya itu
bernama “Marsya”.
Tanpa
banyak komentar, Marsya langsung meminta pertanggung jawaban dari Neo perihal
sebuah foto mesra itu. Bagaimana tidak Neo memegang erat tangan wanita
disebelahnya,betapa terkejutnya Marsya melihat foto itu dan bagai siang hari
disambar petir,yang menerpa hatinya.
Tapi
dengan mudah dan berbagai alasan Neo menangkal, namun hal itu membuat Marsya
seolah luluh dan mempercayai perkataan Neo dan rasa curiga itu pun mulai
memudar karenanya. Meski jelas hati Marsya sakit, namun bagaimanapun yang
terjadi Marsya tetap mempercayai hal tersebut dan tetap menyayangi Neo apa
adanya..
“Terpejam,enggan..Angan berontak, tak
lesu. Merekat di langit kamar. Berkutat pada resah yang memfitnah gundah. Rindu
itu, tak mau pergi meski tersayat”
Hari-hari berlalu…dan rasa curiga dan ganjal kembali
dirasakan Marsya..Namun, apa dikata semua ‘tak bisa dia buktikan kebenaranya,
mau dikata apa? Bertanya pada rumput yang berdendang? Atau bertanya pada alunan
musik yang selama ini membisu.
Tak
menginginkan hatinya jatuh terlalu dalam untuk menahan sakit yang dirasakan Marsya.
Marsya pun memutuskan untuk mengakhiri kisah cintanya yang mulai pahit. Dan
mengakhiri perkataan cinta yang biasa mereka sandarkan pada kepingan-kepingan
hati yang sudah mulai rapuh.
Sampai
juga berita tentang berakhirnya hubungan mereka di telinga ka upy (salah
seorang kakak Neo). Setelah mendengar hal tersebut Ka Upy menceritakan mengenai
Neo dan hubunganya bersama Marsya*, dan membuat tumpah ruahlah perasaan Marsya
mendengar cerita-cerita dari kak Upy.
Rupanya
Neo benar-benar memiliki hubungan khusus dengan Marsya*(wanita yang berfoto
mesra dengan Neo). Tak khayal Marsya langsung marah kepada Neo dan tumpah
ruahlah sejuta kenangan manis yang dulu telah mereka rajut dengan benang
pilihan.
“Padahal, waktu telah menempa tekad
itu menjadi baja. Tapi sungguh, aku
lemah menitihkan air mata dalam bejana cinta, dan aku terluka karenanya”
Pada awalnya Marsya tak menerima kenyataan
pahit yang kini ia rasakan.Dia melakukan berbagai cara untuk melampiaskan
kekesalan dan ingin merampas kebahagiaan mereka raih karena hati itu terlalu
sakit untuk ditengok asal usulnya. Meski diketahui Marsya* itu memiliki kekasih
yang juga ia khianati bernama Nata.
Mungkin
waktu telah menakdirkan bertemunya kembali Marsya dan Nata. Latar belakang yang sama
menghantarkan pertemuan mereka, yah.. Nata adalah salah satu kakak kelas Marsya
saat SMP.
Kekecewaan
dan ketidakbiasaan itu pun selalu dia luapkan kepada Nata. Dan dengan kepala
dingin pun Nata selalu bisa membuat Marsya tersenyum dan hendak menghentikan waktu guna
untuk bangkit dan berlari meninggalkan kekecewaan yang membekas itu.
Nata sesosok
pria yang selalu berfikir positif dan selalu memaknai semua dengan senyuman manisnya. Namun
kekaguman itu salah pada waktunya dan kedekatan mereka hanya sebatas pertemanan
yang didasarkan pada hati yang terluka.
Setiap doa
yang dipanjatkanMarsya selalu meminta agar Neo menyesali perbuatannya dan tak
memiliki hubungan apapun dengan Marsya*,mungkin doa itu akan dikabulkan pada
waktu yang tepat. Rasa sakit bercampur dengan adonan kebencian, dan rasa sayang
selalu menemani hari-hari Marsya dalam kesendirian.
“Disana, aku masih saja berharap bisa
menunggumu. Bisa menanti-nanti serpihan debu yang tertinggal. Tapi, entah kapan
itu menjadi nyata dan terlihat memukau. Atau sebaliknya, aku pergi saja dan membunuh
semua tentangmu, yang katanya tak berbisa?”
Bukan karena
Marsya tidak mencari pengganti, namun
karena Marsya belum menemukan sesosok pria yang membuat hatinya luluh dan akan
membantunya untuk bangkit dari keterpurukan yang mewarnai kanvas lesu dalam
kehidupannya.
Akhir masa-masa
kehidupan SMA Marsya terlihat sedikit
buram dan tak khayal banyak warna abu-abu bersemayam diatas kanvas nan lesu
pilu itu. Waktu kuliah pun mulai
beranjak,dan keputusanya untuk kuliah di Jogja menjadi pilihan yang tepat untuk
meninggalkan kenangan palsu di masa lalu.
“Tetap terjaga dan terus coba meyakinkan
diri, dia telah lepas dari gengamanku dan berjalan jauh entah kemana arah
tujuannya. Tapi kenapa sadaraku tak juga nyata?”
Hari-hari
mulai beranjak cerah, menepis awan gelap yang selama ini diam bungkam seribu bahasa
dan ‘tak khayal menanti sesorang nan jauh disana. Marsya mendapatkan titik
cerah, kedekatannya bersama Leo menunjukan bahwa dia sedang belajar untuk
bangkit dan berlari mengejar mimpi di dunia yang fana ini.
Siang
itu tiba-tiba terfikir dan terpana pada sesosok bayangan yang muncul dalam
lamunannya. Ia, siapa lagi kalo bukan Neo? Tiba-tiba Marsya memikirkan Neo.
Bukan kah Neo sudah bersama Marsya yang lain,? yang katanya mereka sedang
berbahagia? Namun mengapa bayangan itu justru hinggap dalam alunan siang itu.
Malamnya
bayangan itu semakin betah mengganggu fikiran Marsya. Apa yang terjadi? Bisiknya
dalam hati dibalik rauman bayangan semu Neo. Apa yang membuatnya terpijak untuk
memikirkan bahkan mengingat sesosok laki-laki yang dulu pernah menjadi tambatan
hatinya.
Marsya
ingat dulu ia ingin sekali menunjukan pada Neo, bahwa dialah Marsya yang
sesungguhnya lebih baik dari jutaan Marsya didunia ini. Marsya memang banyak,
mungkin bisa dibilang pasaran namun Inilah Marsya, dia yang sesungguhnya telah
menemani hari-hari Neo dalam pahit dan manisnya hidup.
Dulu..sewaktu
Neo dan Marsya masih berdamai, Neo pernah bercerita mengenai Marsya*kekasihnya
itu. Dia bilang Marsya yang itu tidak bisa memasak, tidak bisa mencuci bahkan
menyapun tak bisa,! apa yang dapat dia lakukan di masa depan nanti? Hanya memberi
cinta pada suaminya? Mungkin saat itu yang dibutuhkan Neo hanya sebatas cinta
bukan latar belakang yang dimiliki Marsya.
Secuil rasa
penasaran menghantarkannya pada sebuah kenyataan yang datar tanpa arti. Marsya bertanya pada Nata bagaimana kabar
sang mantan kekasihnya itu dan kekasihnya. Namun Nata ‘tak mengetahuinya dan
tak berkomentar lebih.
Paginya,
dimana matahari terlihat sedikit redup dibalik pegunungan di kota Jogja seolah matahari
malu memperlihatkan wajah cerahnya. Hawa dingin menyapa jutaan pasang mata
berbinar di kota itu dengan sentuhan lembut dan seolah semuanya menyatakan terjadi
suatu hal pada seseorang disana.
Telpon
bordering menghancurkan kebisuannya. Saat Marsya sedang dalam perjalanan
kembali ke Kotanya setelah beberapa waktu menetap di Jogja untuk belajar. Ditengoknya
sebuah nama yang ‘tak asing memanggil di handphonenya, ternyata dari Nata.
Saat
mulut itu mulai menoleh pada suara nan jauh disana, suara itu gemetar menerpa
telinga Marsya yang saat itu sangat terkejut mendengarnya.
Betapa
tidak? Telah terjadi kecelakaan yang menimpa Neo dan Marsya* dalam sebuah tragedi
itu membuat cidera parah pada kaki Marsya dan menyebabkan koma pada Neo. Neo
terus memanggil dan memanggil dalam bawah sadarnya “Marsya..Marsya…dan Marsya..”.
Namun bukan Marsya kekasihnya, tapi Marsya mantan kekasihnya yang dulu pernah
terluka akibat ulahnya.Keluarga Neo meminta Marsya untuk datang ke rumah sakit
tempat Neo bersemayam.
Saat
menghampiri Neo, Marsya ditemani Nata yang juga ingin menjenguk mantan
kekasihnya Marsya*. Berguncang hatinya saat melihat seorang yang dulu ia
kasihi, tergulai lemah tak bertulang keras yang berbaring diatas tempat tidur
rumah sakit, dibaluti kesedihan yang mendalam dari keluarganya yang menunggu di
luar ruangan.
Kamar
itu serasa sempit, ‘tak ada celah yang menahanya masuk. Terlihat sang
ibunda disana, tetesan air matanya telah
kering, hanya tinggal cekungan mata menampakan betapa tragedi mengganggu
hidupnya.
Dipanggilnya
pelan-pelan agar tubuh itu mengetahui bahwa seseorang yang ia tunggu telah
hadir, dalam balutan tangisan, Marsya menyapa Neo yang tergulai lesu dimakan
waktu.
“Neo..ini
aku, Marsya Siregar, aku datang untuk ngajak kamu pulang. Kamu harus sembuh” bisik
Marsya pelan dibalik telinga Neo. Seolah tubuh itu merespons sapaan Marsya. Tangannya
pun bergerak sedikit demi sedikit, suasana haru menerpa ruangan itu. Hingga
akhirnya mata itu pun terbangun setelah tertidur beberapa lama karena menunggu
kedatangan wanita yang selama ini menghilang.
Mata
itu terbelalak, bibir itu mulai tersenyum dan mulai mengucap kata-kata secara
perlahan. Mata Marsya menumpahkan raumannya dengan tangisan air mata. Tangan Neo berusaha untuk menghapus
butiran-butiran air mata yang jatuh
dalam pelupuk mata Marsya. Disebelah kirinya terlihat Nata dan Marsya* sedang
menahan keharuan yang terlihat di depan matanya.
“A..aku
..” suara hening menendera dibalik bibir Neo. “sa..sa.sayang ka..mu”. Ingin
rasanya tubuh itu ia dekap, namun apa daya Marsya bukanlah kekasihnya seperti
dulu. Neo memiliki yang lain bukan dirinya. Dengan senyuman tulus, Marsya
megiyakan ucapan Neo, demi menjaga perasaan Marsya*, dia tak dapat berbuat
lebih kepada Neo.
Dalam
sunyi, Neo melanjutkan ucapannya “Ma’aaf”. Dalam rindu Marsya memaafkan Neo
yang pernah melukai hatinya dimasa lalu. Dan seolah itu menjadi penutup dari
kisah hidupnya Neo berhenti berkata.
Perlahan namun
pasti, tangan yang semula menggenggam erat tangan Marsya mulai melemah dan ‘seolah
semua itu menjadi pendukung ketika mata itu tertutup dibalik senyuman tulus
dari bibir Neo.
Hentakan
teriakan muncul dengan seksama mengiringi kepergian Neo yang telah meninggalkan
kesunyian yang berarti. Marsya menangis sejadi-jadinya melihat seseorang yang
dia sayangi pergi secara perlahan, dibalik derap kesedihan. Nata yang saat itu
berada disamping Marsya* mencoba untuk menenangkan hati mantan kekasihnya itu
yang kini ‘tak bisa melangkah dengan alunan musik karena kakinya telah
diamputasi pasca tragedi kecelakaan yang menimpanya bersama Neo.
Dalam
aluanan kesunyian, Marsya mengantarkan Neo ketempat peristirahatan terakhirnya.Dengan
derap langkah pasti Nata menemani langkah Marsya ke pemakaman. Perlahan
jasadnya mulai tak terlihat ditutupi butiran tanah yang siap menyelimuti tubuh lesu
itu.
Tangisan
dan kasedihan menghantarkan Jasad Neo hingga hilang dipelupuk mata para
pelayat. Teringat ucapan Neo dulu “Apabila aku pergi nanti, pergilah ke
kamarku, buka lemari disana ada sesuatu untukmu dan ambillah”.
Segera
dalam hawa duka, Marsya pergi ke kamar Neo, dilihatnya semua foto-foto dan
kenangan-kenangan yang telah mereka lukis dalam kertas kanvas kehidupan Neo.
Neo menyimpan semuanya dengan baik dan dalam secarik surat ditulis dengan sedar
bahwa sesunguhnya yang Neo cinta dan Neo sayang hanyalah Marsya seorang, meski
hari-hari Neo telah bersama Marsya* namun semua itu hanya analogi saat Neo
membutuhkan cinta dari yang lain saat rasa jenuh akan hubungan mereka melanda.
“hujan menitihkan
air mata kebahagiaan, bukan duka. Tanda yang kuiba darimu,dari dulu. Dan penuh
api keibuan, dahaga rindu padamu yang terkasih"
SELESAI